MGMP Sejarah Kota Semarang Turut Serta dalam Laporan Kemajuan Kajian Sejarah dan Kebudayaan Kota Semarang

Semarang, 3 November 2025 — Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kota Semarang bersama Universitas Diponegoro melalui Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya menggelar kegiatan Laporan Kemajuan Riset Sejarah dan Kebudayaan Kota Semarang di Ruang Pertemuan BRIDA, Gedung Pandanaran. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, antara lain Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang, Komunitas Lopen Semarang, serta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Kota Semarang. 

Kegiatan yang digagas oleh BRIDA Kota Semarang ini bertujuan untuk melaporkan perkembangan riset tentang sejarah Kota Semarang yang bersifat kolaboratif lintas lembaga. Dalam sesi presentasi, Prof. Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum., selaku ketua tim peneliti dari Universitas Diponegoro, menjelaskan bahwa fokus kajian kali ini diarahkan pada pembentukan Kota Semarang sebagai kota bercorak hibrid—yakni hasil percampuran berbagai budaya yang tumbuh melalui dinamika sejarah panjang. 

Menurut Prof. Dhanang, Kota Semarang menjadi melting pot budaya yang unik karena posisi geografisnya yang strategis serta sejarah perniagaan yang mempertemukan beragam etnis dan tradisi. Produk-produk budaya seperti Warak Ngendog dan tradisi Dugderan menjadi simbol kuat dari proses akulturasi yang melahirkan identitas khas Kota Semarang yang toleran dan terbuka. 

Dalam sesi diskusi, sejumlah perwakilan memberikan tanggapan. Dari pihak Bappeda menyoroti pentingnya menjaga kesinambungan budaya lokal di tengah perkembangan budaya baru. Sementara dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menekankan perlunya kajian mendalam tentang kampung-kampung bersejarah di Semarang, terutama karena kota ini telah masuk dalam tentative list UNESCO sebagai warisan dunia. 

Peran aktif MGMP Sejarah Kota Semarang tampak dalam sesi tanya jawab. Rahmad Ardiansyah, perwakilan MGMP Sejarah Kota Semarang, menyoroti pentingnya menggali data sejarah masa pra-Islam di kawasan Semarang atas seperti Mijen dan Gunungpati yang menyimpan peninggalan Hindu-Buddha. Ia menekankan bahwa guru sejarah memiliki peran strategis sebagai penyambung mata rantai antara hasil kajian akademik dan masyarakat, agar sejarah lokal dapat tersampaikan secara luas melalui pendidikan 

Menanggapi hal tersebut, Prof. Dhanang menyampaikan bahwa penelitian sejarah adalah proses rekonstruksi yang berkelanjutan, dan wilayah Mijen maupun sekitarnya masih memerlukan eksplorasi akademik yang lebih mendalam sebelum masuk ke dokumentasi sejarah resmi Kota Semarang. 

Perwakilan MGMP lainnya, Bapak Dony, turut mengangkat isu pentingnya menumbuhkan kecintaan siswa terhadap sejarah lokal. Menurut Prof. Dhanang, langkah tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan museum dan teknologi digital pembelajaran, tentunya dengan dukungan kepala sekolah dan komite pendidikan. 

Hasil survei BPS menunjukkan bahwa tingkat kunjungan pelajar ke museum dan situs bersejarah di Semarang cukup meningkat, menjadi sinyal positif bagi penguatan literasi sejarah lokal di kalangan pelajar. Melalui keterlibatan dalam kegiatan ini, MGMP Sejarah Kota Semarang menegaskan komitmennya untuk terus berpartisipasi dalam upaya pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan sejarah lokal. Kolaborasi antara BRIDA, Universitas Diponegoro, dan para guru sejarah diharapkan dapat memperkuat fondasi kajian sejarah Kota Semarang sekaligus mempererat hubungan antara dunia akademik, pendidikan, dan masyarakat.

Dokuemantasi